Kita sudah terbiasa menganggap kekeliruan selalu berdampak negatif, merugikan, bahkan mencelakakan. Namun sebenarnya, pada kenyataan hidup, kekeliruan tidak selalu negatif, sebab ada juga kekeliruan yang berdampak positif, konstruktif, menguntungkan, bahkan bermanfaat bagi umat manusia.
Kekeliruan berdampak positif disebut sebagai SERENDIPITI, sebuah istilah yang dipetik dari sebuah mitologi Persia kuno yang berkisah tentang tiga pangeran Kerajaan Serendip (kini: Sri Lanka) yang berperilaku serba keliru, namun malah berhasil membangun negara dan bangsanya menjadi makmur-sejahtera. Maka, sesuai nama sang kerajaan tiga pangeran serba keliru itu, perilaku keliru yang berdampak positif dan konstruktif, disebut Serendipiti.
Suasana serendipiti banyak mewarnai kisah penemuan berbagai jenis makanan dan minuman. Seperti misalnya minuman teh yang ditemukan akibat air yang direbus dalam panci lupa ditutup, hingga rontokan daun teh masuk ke dalamnya.
Roti dalam bentuk menggembung seperti sekarang ini tidak dikenal sampai sekitar abad ke-27 SM. Semula bentuk roti datar-datar saja seperti martabak, sampai pada suatu hari seorang budak di Mesir yang bertugas membuat roti, seperti biasa membuat adonan tepung dan air lalu meletakkannya ke dalam oven.
Mungkin akibat terlalu letih dan udara terlalu panas, sang budak jatuh tertidur. Setelah bangun tidur, sang budak kaget, teringat bahwa lupa menyalakan api ovenhingga adonan menggembung hampir dua kali lipat. Akibat udara panas di dalam oven, adonan meragi! Sang budak bingung, cepat-cepat memasang api panggangan dengan harapan ukuran roti susut kembali.
Ternyata adonan roti makin menggembung dan telanjur matang dengan warna kulit kecoklatan mulus mengkilat. Karena waktu makan sudah tiba, sang budak tidak punya pilihan lain kecuali segera menyajikan roti bengkak itu kepada tuannya. Ternyata sang majikan dan segenap keluarga nikmat melahapnya! Sang budak dipuji atas karya inovatif itu, dan dipaksa untuk setiap hari membuat roti "rusak" itu! Sampai hari ini hasil-karya keliru budak Mesir itu masih asyik dilestarikan di seluruh dunia.
Mentega juga ditemukan lewat proses serendipiti, juga di kawasan Timur Tengah. Unta merupakan sarana transpor utama untuk menempuh perjalanan di gurun pasir. Biasanya bekal minuman air susu dibawa di dalam kantung kulit yang dipikulkan ke atas punggung unta. Akibat guncangan gontaian gerak langkah unta dan panasnya sinar matahari di gurun, susu di dalam kantung kulit itu terkocok-kocok dan terpanasi hingga terjadi proses pengasaman menjadi substansi kental masam. Maka lahirlah: mentega.
Ilmu farmasi kaya hasil karya akibat serendipiti. Saccharin ditemukan di laboratorium Universitas John Hopkins oleh Fahlberg (1879) akibat keliru: lupa cuci tangan langsung makan roti hingga ramuan untuk produk-sampingan tar batu-arang ikut terlahap. Merasakan rasa manis padahal roti tidak bergula, Fahlberg meneliti asal-usul ramuan di tangan kotornya itu. Lalu temuan serendipitis itu diberi nama saccharin, istilah sanskrit untuk "gula".
Alexander Fleming melakukan penelitian bakteristaphylococcus di laboratorium Rumah Sakit St. Mary, London. Akibat teledor, sekelompok kultur bakteri tercecer dan terlupakan. Beberapa saat kemudian, Fleming menemukan kembali budaya bakteri tercecer itu, namun celaka, ternyata sudah menjamur.
Jengkel atas kekeliruannya, Fleming ingin membuang budaya yang dianggap sudah mubazir itu. Namun warna kehijauan kultur kadaluwarsa itu menarik perhatian Fleming hingga iseng-iseng diteliti lebih jauh. Ternyata hasil penelitian Fleming melahirkan salah satu obat terpenting dalam sejarah peradaban dan kebudayaan umat manusia yaitu Penicillin. (Jaya Suprana; Intisari Maret 2001)
from: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10208499233821836&set=gm.10153722363990280&type=3
0 comments:
Post a Comment