728x90 AdSpace

Latest News

Saturday, 13 December 2014

Rukun dan Syarat Talak


1.      Rukun dan Syarat Talak[1]
Rukun talak ialah unsur pokok yang harus ada dalam talak dan terwujudnya talak bergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur yang dimaksud. Rukun talak ada empat, sebagai berikut:
a.       Suami. Suami adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak menjatuhkannya, selain suami tidak berhak menjatuhkannya, selain suami tidak berhak atas menjatuhkannya. Oleh karena talak itu bersifat menghilangkan ikatan perkawinan, maka talak tidak mungkin terwujud kecuali setelah nyata adanya akad perkawinan yang sah.
Abu Ya’la dan Al-Hakim meriwayatkan hadits dari Jabir bahwa Rasulullah SAW bersada:
لَا طَلَاقَ اِلَّا بَعْدَ نِكَاحٍ وَ لَا عِتْقَ اِلَّا بَعْدَ مِلْكً.
Tidak ada talak kecuali setelah akad perkawinan dan tidak ada pemerdekaan kecuali setelah ada pemilikan
Abu Daud dan Al-Tirmizi meriwayatkan hadits dari Amir ibn Syu’aib bahwa Rasulullah SAW bersabda:
لَا نَذَرَ لِاِبْنِ آَدَمَ فِيْمَا لَا يَمْلِكُ وَ لَا عِتْقَ فِيْمَا لَا يَمْلِكُ وَ لَا طَلَاقَ فِيْمَا لَا يَمْلِكُ.
Tidak ada nazar bagi anak Adam (manusia) tentang hal yang baik dimiliki, tidak ada pemerdekaan budak dalam hal yang tidak dimiliki, dan tidak ada talak dalam hal yang tidak dimiliki.
Untuk sahnya talak, suami yang menjatuhkan talak disyaratkan:
1.      Berakal. Suami yang gila tida sah menjatuhkan talak. Yang dimaksud dengan gila dalam hal ini ialah hilang akal atau rusak akal karena sakit, termasuk ke  dalamnya sakit pitam, hilang akal karena sakit panas atau sakit ingatan karena rusak syaraf otaknya.
2.      Baligh. Tidak dipandang jatuh talak yang dinyatakan oleh orang yang belum dewasa. Dalam hal ini ulama Haanabilah mengatakan bahwa talak oleh anak yang sudah mumayyiz kendati umur anak itu kurang dari 10 tahun asalkan ia telah mengenal arti talak dan mengetahui akibatnya, talaknya dipandang jatuh.
3.      Atas kemauan sendiri. Yang dimaksud atas kemauan sendiri di sini ialah adanya kehendak pada diri suami untuk menjatuhkan talak itu dan dijatuhkan atas pilihan sendiri, bukan dipaksa orang lain.
Kehendak dan kesukarelaan melakukan perbuatan menjadi dasar taklif dan pertanggungjawaban. Oleh karena itu, orang yang dipaksa melakukan sesuatu (dalam hal ini menjatuhkan talak) tidak bertanggung jawab atas perbuatannyaa. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
اِنَّ اللهَ وَضَعَ عَنْ اُمَّتِي اَلْخَطَأ وَ النِّسْيَانَ وَ مَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ.
Sungguh Allah melepaskan dari umatku tanggung jawab dari dosa silap, lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepadanya.
b.      Istri, masing-masing suami hanya berak menjatuhkan talak terhadap istri sendiri. Tidak dipandang jatuh talak yang dijatuhkan terhadap istri orang lain.
Untuk sahnya talak, bagi istri yang  ditalak disyaratkan sebagai berikut:
1.      Istri itu masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan suami. Istri yang menjalin masa iddah talak raj’i dari suaminya oleh hukum islam dipandang masih berada dalam perlingungan kekuasaan suami. Karenanya bila dalam masa itu suami menjatuhkan talak salgi, dipandang jatuh talaknya sehingga menambah jumlah talak yang dijatuhkan dan mengurangi hak talak yang dimiliki suami. Dalam hal talak ba’in, bekas suami tidak berhak menjatuhkan talak lafi terhadap bekas istrinya meski dalam masa iddahnya, karena dengan talak ba’in itu bekas istri tidak lagi berada dalam perlingungan kekuasaan bekas suami.
2.      Kedudukan istri yang ditalak harus berdasarkan atas akad nikah yang sah, bukan akad nikah yang batil, seperti akad nikah dalam masa iddah, akad nikah dengan perempuan saudara istrinya (memadu antara dua perempuan bersaudara), akad nikah dengan anak tirinya yang mana suami pernah menggauli ibu anak tirinya itu dan anak tiri itu berada dalam pemeliharaannya, maka talak yang demikian tidak dipandang ada.
c.       Sighat Talak.
Sighat talak yaitu kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap istrinya yang menunjukkan talak, baik itu berupa sharih (jelas) maupun kinayah (sindiran), dan baik itu berupa ucapan/lisan, tulisan, isyarat bagi suami yang tuna wicara ataupun dengan suruhan orang lain.
Talak tidak dipandang jatuh jika perbuatan suami terhadap istrinya menunjukkan kemarahannya, semisal suami memarahi istri, memukulnya, mengantarkannya ke rumah orang tuanya, menyerahkan barang-barangnya, tanpa disertai pernyataan talak, maka yang demikian itu bukan talak. Demikian pula niat talak atau masih berada dalam pikiran dan angan-angan, tidak diucapkan, tidak dipandang sebagai talak. Pebicaraaan suami tentang talak tetapi tidak ditunjukan terhadap istrinya juga tidak dipandang sebagai talak.
d.      Qashdu (sengaja), artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan oleh yang mengucapkannya untuk talak, bukan untuk maksud lain. Oleh Karena itu, salah ucap yang tidak dimaksud untuk talak dipandang tidak jatuh talak, seperti suami memberikan sebuah salak kepada istrinya, semestinya ia mengatakan kepada istrinya itu kata-kata: “ini sebuah salak untukmu”, tetapi keliru ucapan, berbunyi: “ini sebuah talak untukmu”, maka talak tidak dipandang jatuh.



[1] Ilmu Fiqh II, h. 234. Lihat pula Zakiah Daradjat, op. cit., h. 178 dan seterusnya.
Rukun dan Syarat Talak
  • Title : Rukun dan Syarat Talak
  • Posted by :
  • Date : 17:40
  • Labels :
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Post a Comment

Top