Talak
terambil dari kata “ithlaq” yang menurut bahasa artinya”melepaskan atau
meninggalkan”. Menurut istilah syara’, talak yaitu:
Melepaskan
tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.
Al-Jaziry
mendefinisikan:
Talak
ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya
dengan menggunakan kata-kata tertentu.
Menurut
Abu Zakaria Al-Anshari, talak ialah:
Melepas
tali akad nikah dengan kata talak dan semacamnya.
Jadi,
talak itu ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya
ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suminya, dan ini terjadi
dalam hal talak ba’in, sedangkan arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan
ialah berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua,
dari dua menjadi satu, dan dari satu menjadi helang hak datla itu, yaitu
terjadi dalam talak raj’i.
2.
Macam-macam
talak.[4]
Ditinjau
dari segi waktu dijatuhkannya talak itu, maka talak dibagi menjadi tiga macam,
sebagai berikut:
a.
Talak
sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunnah. Dikatakan
talak sunni jika memenuhi empat syarat:
1.
Istri
yang ditalak sudah pernah digauli, bila talak dijatuhkan terhadap istri yang
belum pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.
2.
Istri
dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak, yaitu dalam keadaan suci
dari haid. Menurut ulama Syafi’iyah, perhutungan diddah bagi wanita berhadi
ialah tiga kali suci, bukan tiga kali haid. Talak terhadap istri yang telah
lepas haid (menopase) atau belum pernah haid, atau sedang hamil, atau talak
karena suami meminta tebusan (khulu’), atau ketika istri dalam haid, semuanya
tida termasuk talak sunni.
3.
Talak
itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik di permulaan, di
pertngahan maupun di akhir suci, kendati beberapa saat lalu dating haid.
4.
Suami
tidak pernah menggauli istri selama masa suci di mana talak itu dijatuhkan.
Talak yang dijatuhkan oleh suami ketika istri dalam keadaan suci dari haid
tetapi pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.
b.
Talak
Bid’i, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan
tuntunan sunnah, tidak memenuhi syarat-syarat talak sunni. Termasuk talak bid’i
ialah:
1.
Talak
yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid (menstruasi), baik di permulaan
haid maupun di pertengahannya.
2.
Talak
yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli oleh suaminya
dalam keadaan suci dimaksud.
c.
Talak
la sunni wala bid’i, yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan
tidak pula termasuk talak bid’i, yaitu:
1.
Talak
yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli.
2.
Talak
yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haid, atau istri yang telah
lepas haid.
3.
Talak
yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.
Ditinjau
dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai ucapan talak,
maka talak dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut:
a.
Talak
Sharih, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas, dapat
dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai seketika diucapkan, tidak mungkin
dipahami lagi.
Imam
Syafi’i mengatakan bahwa kata-kata yang dipergunakan untuk talak sharih ada
tiga, yaitu talak, firaq, dan sarah, ketiga ayati itu disebutkan dalam Al-Quran
dan hadits.
Ahl-al-Zhahiriyah
berkata bahwa talak tidak jatuh kecuali dengan mempergunakan salah satu dari
tiga kata tersebut, karena syara’ telah mempergunakan kata-kata ini, padahal
talak adalah perbuatan ibadah, karenanya diisyaratkan mempergunakan kata-kata
yang telah ditetapkan oleh syara’. Beberapa contoh talak sharih ialah seperti
suami berkata kepada istrinya:
1.
Engkau
saya talak sekarang juga. Engkau saya cerai sekarang juga.
2.
Engkau
saya firaq sekarang juga. Engkau saya pisahkan sekarang juga.
3.
Engkau
saya sara sekarang juga. Engkau saya lepas sekarang juga.
Apabila
suami menjatuhkan talak terhadap istrinya dengan talak sharih maka menjadi
jatuhlah talak itu dengan sendirinya, sepanjang ucapannya itu dinyatakan dalam
keadaan sadar dan atas kemauannya sendiri.
b.
Talak
Kinayah, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata sindiran atau samar-samar,
seperti suami berkata kepada istrinya:
1.
Engkau
sekarang telah jauh dariku.
2.
Selesaikan
sendiri segala urusanmu.
3.
Janganlah
engkau mendekati aku lagi.
4.
Keluarlah
engkau dari rumah ini sekarang juga
5.
Pergilah
engkau dari tempat ini sekarang juga
6.
Susullah
keluargamu sekarang juga
7.
Pulanglah
ke rumah orang tuamu sekarang
8.
Beriddahlah
engkau dan bersihkanlah kandunganmu itu
9.
Saya
sekarang telah sendirian dan hudup membujang
10.
Engkau
sekarang telah bebas merdeka, hidup sendirian.
Ucapan-ucapan
tersebut mengandung kemungkinan cerai dan mengandung kemungkinan lain.
Tentang
kedudukan talak dengan kata-kata kinayah atau sindiran ini sebagaimana
dekemukakan oleh Taqiyuddin Al-Husaini, bergantung kepada niat suami. Artinya,
jika suami dengan kata-kata tersebut bermaksud menjatuhkan talak, maka menjadi
jatuhlah talak itu, dan jika suami dengan kata-kata tersebut tida bermaksud
menjatuhkan talak maka talak tidak jatuh.
Ditinjau
dari segi ada atau tidak adanya kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas
istri, maka talak dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut:
a.
Talak
Raj’i, yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya yang telah pernah
digauli, bukan karena memperoleh ganti harta dari istri, talak yang pertama
kali dijatuhkan atau yang kedua kalinya.
Dr.
As-Siba’i mengatakan bahwa talak raj’i adalah talak yang untuk kembalinya bekas
istri kepada bekas suaminya tidak memerlukan pembaruan akad nikah, tidak
memerlukan mahar, serta tidak memerlukan persaksian.
Setelah
terjadi talak raj’i maka istri wajib beriddah, hanya bila kumudian suami hendak
kembali kepada bekas istri sebelum berakhir masa iddah, maka hal itu dapat
dilakukan dengan menyatakan rujuk, tetapi jika dalam masa iddah tersebut bekas
suami tidak menyatakan rujuk terhadap bekas istrinya, maka dengan berakhirnya
masa iddah itu kedudukan talak menjadi talak ba’in; kumudian jika susudah
berakhirnya masa iddah itu suami ingain kembali kepada bekas istrinya maka
wajib dilakukan dengan akad nikah baru dan dengan mahar yang baru pula.
Talak
raj’i hanya terjadi pada talak pertama dan keuda saja, berdasarkan firman Allah
dalam suarat Al-Baqarah ayat 229:
اَلطَّلَاقُ
مَرَّتَانِ فَاِمْسَاكٌ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌ بِاِحْسَانٍ (البقرة:
Talak
(yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang
makruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
Ayat
ini memberi makna bahwa talak yang disyatiatkan Allah ialah talak yang
dijatuhkan oleh suami satu demi satu, tidak sekaligus, dan bahwa suami boleh
memelihara kembali bekas istrinya setelah talak pertama dengan cara yang baik,
demikian pula setelah talak kedua. Arti memelihara kemcali ialah dengan
merujuknya dan mengembalikannya ke dalam ikatan perkawinan dan berhak
mengumpuli dan mempergaulinya dengan cara yang baik. Hak merujuk hanya terdapat
dalam talak raj’i saja.
b.
Talak
bai’in, yaitu talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas suami terhadap
bekasi istrinya. Untuk mengembalikan bekas istri ke dalam ikatan perkawinan
dengan bekas suami harus melalui akad nikah baru, lengkap dengan rukun dan syarat-syatatnya.
×
Talak
ba’in ada dua macam, yaitu talak bai’in shugro dan talak bai’in kubro.
Talak
ba’in shugro ialah talak bai’in yang menghilangkan pemilikan bekas suami
terhadap istri tetapi tidak menghilangkan behalalan bekas suami untuk kawin
kembali dengan bekas istri. Artinya, bekas suami boleh mengadakan akad nikah
baru dengan bekas istri, baik dalam masa iddahnya maupun sesudah berakhir masa
iddahnya. Termasuk talak bai’in shugro ialah:
1)
Talak
sebelum berkumpul
2)
Talak
dengan penggantian harta atau yang disebut khulu’
3)
Talak
karena aib (cacat badan), karena seorang dipenjara, talak karena penganiayaan,
atau yang semacamnya.
×
Talak
bai’in kubro, yaitu talak yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap
bekas istri serta menghilangkan kehalalan bekas suami utntuk kawin kembali
dengan bekas istrinya, kecuali setelah bekas istri itu kawin dengan laki-laki
lain, telah berkumpul dengan suami kedua itu serta telah bercerai secara wajar
dan telah selesai menjalankan iddahnya. Talak bai’i kubro terjadi pada talak
yang ketiga. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat
230:
فَاِنْ
طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ
(البقرة:
Kemudian
jika suami mentalaknya (sesuda talak kedua), maka perempuan itu tidak halal
lagi baginya, sampai dia kawin dengan suami yang lain.
Ditinjau
dari segi cara suami menyampaikan talak terhadap istrinya, talak ada beberapa
macam, yaitu sebagaimana berikut:
a.
Talak
dengan ucapan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami dengan ucapan di hadapan
istrinya dan istri mendengar secara langsung ucapan suaminya itu.
b.
Talak
dengan tulisan, yaitu talak yang yang disampaikan oleh suami secara tertulis
lalu disampaikan kepada istrinya, kemudian istri membacanya dan memahami isi
dan maksudnya. Talak yang dinyatakan secara tertulis dipandang jatuh (sah),
meski yang bersangkutan dapat mengucapkannya. Sebagaimana talak dengan
ucapan ada talak sharih dan talak
kinayah, maka talak dengan tulisan pun demikian pula. Talak sharih jatuh dengan
semata-mata pernyataan talak, sedangkan talak kinayah bergantung kepada niat
suami.
c.
Talak
dengan isyarat, yaitu talak yang dilakukan dalam bentuk isyarat oleh suami yang
tuna wicara. Isyarat bagi suami yang tuna wicara (bisu) dapat dipandang sebagai
alat komunikasi untuk memberikan pengertian dan menyampaikan maksud dan isi
hati. Oleh karena itu, isyarat baginya sama dengan ucapan bagi yang dapat
berbicara dalam menjatuhkan talak, sepanjang isyarat itu jelas dan meyakinkan bermaksud
talak atau mengakhiri perkawinan, dan isyarat itulah satu-satunya jalan untuk
menyampaikan maksud yang terkandung dalam hatinya.
Sebagian
fuqaha mensyaratkan bahwa untuk sahnya talak dengan isyarat bagi orang yang
tuna wicara itu ia adalah buta huruf. Jika yang bersangkutan mengenal tulisan
dan dapat menulis, maka talak baginya tidak cukup dengan isyarat, karena
tulisan itu lebih dapat menunjuk maksud ketimbang isyarat, dan tidak beralih
dari tulisan ke isyarat, kecuali karena darurat, yakni tidak dapat menulis;
d.
Talak dengan utusan, yaitu Talak yang disampaikan oleh suami kepada
istrinya melalui perantaraan orang lain sebagai utusan untuk menyampaikan
maksud suami itu kepada istrinya yang tidak berada di hadapan suami bahwa suami
mentalak istrinya. Dalam hal ini utusan berkedudukan
sebagai wakil suami untuk menjatuhkan talak suami dan melaksanakan talak itu.
0 comments:
Post a Comment