728x90 AdSpace

Latest News

Saturday, 26 March 2016

Pertanyaan Yang Merubah Dunia (Pertanyaan sebagai seni dan cermin)


Bayangkan seorang pemuda bujangan yang bertemu gadis cantik nan menawan. Bila pemuda ini ingin tahu status gadis terakhir, pertanyaan apa yang harus diajukan, agar dua tujuan - tahu statusnya, dan ada simpati yang muncul - bisa dicapai melalui satu pertanyaan saja?
Saya sering mengajukan pertanyaan ini di depan ribuan pemimpin. Terutama, untuk mengetahui, seberapa cermat orang menggunakan pertanyaan sebagai sarana ampuh kepemimpinan.
Pemimpin yang belum terlalu biasa menggunakan pertanyaan sebagai sarana kepemimpinan, sering memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang bisa mengudang rasa tersinggung orang lain. Misalnya, ‘mbak, apa sudah punya pacar?’. Atau, ‘mbak, sudah menikah belum?’.
Kualitas pertanyaan, akan lain sekali jika seorang pemimpin sudah teramat cerdik menggunakan pertanyaan. Saya pernah bertemu seorang pemimpin yang pandai sekali menyiasati situasi di atas. Lengkap dengan ekspresi senyumnya yang bersahabat, ia melempar pertanyaan : ‘maaf mbak, suaminya lagi sibuk ya, koq jalan sendiri?’.
Apa yang mau saya ceritakan melalui ilustrasi di atas, melalui kecermatan bertanya, seseorang bisa memimpin, dan pada saat yang sama, pihak yang dipimpin tidak merasa dirinya sedang dipimpin. Lebih dari itu, sering terjadi, orang bahkan melaksanakan kehendak pemimpin dengan sepenunya, semata-mata karena sang pemimpin cermat sekali bertanya.
Lebih-lebih di zaman yang sudah sangat jenuh dengan segala bentuk pernyataan seperti pidato, pengarahan, petunjuk, dan perintah. Jangankan mereka yang berpendidikan tinggi. Kalangan bawahpun, tidak sedikit yang alergi terhadap pidato. Buktinya, begitu ada pidato di televisi, tidak sedikit yang langsung mematikan tv-nya.
Dunia penjualan pada umumnya, juga memiliki tuntutan yang tinggi akan kecermatan bertanya. Hampir tidak ada calon konsumen yang mau digurui. Namun, yang mau didengarkan ceritanya ada banyak sekali.
Untuk itulah, keberhasilan penjual sangat ditentukan oleh pertanyaan yang diajukan. Saya sering kali menilai kualitas calon pelamar dari pertanyaan yang ia ajukan. Pelamar yang bertanya ‘ceritakan ke saya, bagaimana prospek karir di tempat ini?’, akan lain sekali penilaiannya dengan mereka yang bertanya ‘kalau sudah diterima, mungkin tidak saya dipecat?’.
Seorang penjual polis asuransi jiwa, akan lain sekali ceritanya bila ia mengawali percakapan dengan pertanyaan : ‘pernahkah terfikir sebelumnya, tentang nasib sebuah keluarga yang ditinggal mati orang tuanya?’.
Digabung menjadi satu, pertanyaan, bagi saya, tidak sekadar alat pengumpul informasi. Jauh lebih penting dari itu, ia adalah cermin kualitas kepemimpinan seseorang. Dari segi tertentu, kepribadian seseorang bisa terlihat dari pertanyaan yang diajukan. Dan yang lebih penting lagi, peradaban dunia dirubah oleh kumpulan manusia yang berani bertanya.
Makanya, saya tidak heran bila Drucker pernah menulis : asking the right question is far more important than giving the dumb answer.
Sayangnya, saya tidak pernah bertemu satu sekolahpun, atau satu kursuspun yang khusus mendalami pertanyaan. Hampir semuanya sangat fasih menghafal pernyataan yang diberi judul teori, kiat, siasat, rumus, formula dan mahluk sejenis.
Belajar dari ini semua, saya mendidik diri untuk cermat bertanya. Dan sering diselamatkan oleh kecermatan terakhir.
Meminjam kerangka William Bethel dalam Questions That Make The Sales, ada beberapa jenis pertanyaan. Dari pertanyaan yang berakhir terbuka, pertanyaan reflektif, pertanyaan direktif, pertanyaan pilihan ganda dan pertanyaan tertutup. Masing-masing ada gunanya di tempat dan waktu yang berbeda.
Di tahap-tahap pengenalan persoalan, atau tahap memperkenalkan produk - menurut saya, pertanyaan terbuka akan sangat membantu. Coba bayangkan seorang calon pembeli yang menolak Anda. Pertanyaan dalam bentuk ‘bila uang bukan masalah bagi Anda, berminatkah Anda terhadap produk ini?’, tentu saja akan sangat membantu. Secara lebih khusus, untuk mengetahui secara lebih tajam alasan yang ada di balik penolakan pembelian.
Pertanyaan reflektif, sering saya gunakan untuk merubah orang lain. Atau, menginternalisasikan sejumlah ide. Sebagai konsultan manajemen SDM, saya sering bertanya begini. Berapa banyak uang yang dibuang percuma melalui manusia yang tidak tertata rapi?
Pertanyaan pilihan ganda lain lagi. Saya sering menggunakannya untuk kepentingan pembandingan yang kontras. Tatkala menemui orang yang enggan berubah, saya sering bertanya : ‘berubah sekarang, atau dipaksa berubah setelah keadaan sudah menyedihkan?’.
Pertanyaan tertutup yang membutuhkan jawaban ya atau tidak, digunakan untuk mempersempit pilihan. Yang paling menakutkan adalah jawaban tidak. Bethel memiliki sebuah contoh menarik berhadapan dengan pelanggan yang hanya menjawab tidak.
Di suatu kesempatan, seorang Ibu kaya yang biasa dengan jawaban tidak dipengaruhi dengan pertanyaan cermat seperti ini. Apakah kapal pesiar terlalu mahal bagi Anda? Apakah suami Anda keberatan jika Anda membeli satu? Apakah Anda ingin membayar melalui kartu kredit? Keberatankah Anda jika saya kirim hari ini? Jika semua jawabannya adalah ‘tidak’, tentu saja sukses sudah ada di tangan Anda.
Tentu saja semua ini harus dibungkus dengan bahasa tubuh yang memadai. Dan menyangkut bahasa terakhir, jam terbang sangat menentukan. Saya banyak belajar dari ribuan teriakan ‘goblok’ yang diarahkan ke saya

Oleh : Gde Parama

from: 
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10208940557974664&set=gm.10153842474330280&type=3
Pertanyaan Yang Merubah Dunia (Pertanyaan sebagai seni dan cermin)
  • Title : Pertanyaan Yang Merubah Dunia (Pertanyaan sebagai seni dan cermin)
  • Posted by :
  • Date : 07:04
  • Labels :
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Post a Comment

Top